Sunday, June 13, 2010
Gaza, Aku Malu!
Setelah berita penyerangan tentara Israel terhadap relawan pembawa bantuan kemanusiaan untuk Gaza yang tergabung dalam Armada Kebebasan yang menewaskan sekitar 10 orang. Kawan-kawan di FLP menghimbau untuk menuliskan sesuatu tentangmu, Gaza!
Aku sedikit gamang. Kemudian diam, memikirkan apa yang akan aku tulis. Terlalu banyak bahan yang terpapar jelas di media massa. Banyak hal yang bisa ditulis, sementara aku tak tahu apa yang akan aku sampaikan.
“Jangan lupa menulis!” Batinku selalu memberikan alarm. Padahal biasanya aku mampu membuat jari jemariku menari dengan lincah untuk sesuatu yang aku pikirkan. Tapi kali ini untuk Gaza, aku seperti terbungkam di dalam gelap. Tak ada jalan yang bisa aku lakukan untuk memulai satu, dua kata. Ternyata saat ini aku tak mampu.
Gaza…
Aku tak mampu menuliskan tentangmu. Aku tak mampu merefleksikan kesedihanku. Aku juga tak mampu memberikan bait-bait apa yang sebenarnya aku rasakan padamu. Aku seperti menjadi tak berarti dihadapanmu.
Gaza…
Aku melihat seorang aktivis wanita. Dia datang kepadamu dengan penuh senyum, sementara dia telah berwasiat baik tentang anak-anaknya maupun harta warisannya, kelak jika dia terkubur di tanahmu.
Gaza…
Aku malu. Sungguh aku malu. Bukan padamu. Tapi malu pada Ilahi. Karena getaran rasaku tidak sedalam orang-orang yang peduli padamu. Bahkan untuk nyawanya pun mereka seakan tak peduli, karena semuanya untukmu.
Gaza…
Seorang aktivis ( yang bersama suaminya ) berada di barisan Armada Kebebasan untuk Gaza, dalam rangka membawa bantuan kemanusiaan ke kotamu. Sang wanita itu menulis tentangmu. Aku membaca tulisannya dengan judulnya, “ Gaza tak membutuhkanmu!”
Benar! Tulisan itu memang benar. Kamu memang tidak membutuhkan kami. Kamu sedikit pun tidak meminta kami untuk datang membantumu. Kamu memang tak butuh siapa-siapa. Karena kamu memang milik Allah, yang disediakan untuk orang-orang yang memang mempunyai getaran iman yang mantap, untuk selalu berdekatan hatinya padamu.
Gaza…
Aku sangat malu. Karena dengan berbagai macam alasan aku mengatakan, “ hanya do’a yang bisa aku lantunkan untukmu.”
Padahal kamu ada, agar kami yang mengaku beriman dapat berbuat lebih dari sekedar do’a. Keberadaanmu yang disediakan Allah Swt. untuk dapat membuat kami merealisasikan, “ bila saudara kita sakit, maka kita pun merasakannya.”
Gaza…
Keberadaanmu membuat banyak syuhada. Karenamu telah teruji keikhlasan seorang hamba kepada Rabb-Nya. Karenamu banyak harta menjadi jalan pemiliknya meninggalkan dunia ini dengan tersenyum.
Gaza…
Harapanku semoga dihari-hari selanjutnya, aku mampu melakukan sesuatu yang lebih dari sekedar do’a untukmu, karena memang aku membutuhkanmu.
Sengata, 3 Juni 2010
Halimah Taslima
Forum Lingkar Pena ( FLP ) Cab. Sengata
halimahtaslima@gmail.com
source: http://www.eramuslim.com/oase-iman/halimah-gaza-aku-malu.htmSunday, June 6, 2010
Pengertian Sejarah
Sejarah merupakan suatu peristiwa – peristiwa yang terjadi pada masa lalu yang berkaitan dengan proses perjalanan kehidupan manusia, mulai dari awal hingga satu detik yang lalu, dengan demikian cakupan sejarah merupakan cakupan yang sangat global meliputi berbagai lintasan jaman dan abad yang pernah dialami leh manusia yang hidup di dalam lingkaran tiap – tiap masa atau jaman. Dalam pembahasan hal ini masih ada polemik ruang perdebatan yang mengkaburkan posisi pengertian sejarah itu sendiri pada pengertian asal. Polemik tersebut adalah polemik yang membagi sejarah menjadi dua pengertian jaman, pertama pengertian prasejarah dan pengertian sejarah. Sementara ini definisi yang telah disusun berdasarkan kesepakatan para ahli tentang prasejarah adalah suatu masa sejarah yang belum ditemukan bukti – bukti tertulis untuk membuktikan tentang kejadian – kejadian pada masa lalu, dengan kata alternatif belum adanya bukti – bukti tertulis untuk membuktikan fakta kejadian pada suatu masa. Sedangkan sejarah merupakan suatu peristiwa yang terjadi pada masa lampau dimana dalam pembuktian terhadap fakta – fakta telah digunakan tulisan sebagai pembuktian terjadinya suatu tulisan sejarah. Dari kedua definisi ini dapat diketahui bahwa parameter yang digunakan adalah ada atau tiadanya suatu tulisan untuk memberikan suatu penjabaran tentang terjadi atau tidaknya perjalanan kehidupan manusia. Pertanyaan yang timbul pada saat pendefinisian ini dipakai adalah apakah hal ini relevan untuk memberikan penjelasan bahwa sejarah memang harus terjadi ketika tulisan telah ada, sedangkan sejarah harus pula terjadi ketika tulisan belum ditemukan dalam pendefinisian sejarah itu sendiri ataukah ada hal yang lain yang melatarbelakangi timbulnya pengertian ini. Apakah memang ada suatu kepentingan – kepentingan tertentu untuk mendeskreditkan peradaban manusia tertentu. Dengan kata lain, prasejarah cenderung didefinisikan sebagai sesuatu hal yang primitif dan tidak relevan sedangkan sejarah didefinisikan sebagai sesuatu yang relevan dan mapan dalam tataran masa.
Di tengah kancah perjuangan hidup, manusia belum dapat memaksimalisasikan tinjauan tentang kesempurnaan sejarah peradabannya, karena di satu sisi manusia mengemukakan suatu hal yang berhubungan langsung masa lalu secara obyektif sesuai dengan fakta sejarah tetapi di sisi lain kecenderungan manusia sebagai sikap alamiah yang berlebihan manusia lebih mementingkan berbagai kepentingan di sela – sela pola obyektif yang berusaha dibangunnya. Dari sisnilah yang nantinya menimbulkan suatu proses subyektifikasi sejarah peradaban manusia.
Konsep yang selama ini dibangun oleh para sejarawan tentang pengertian sejarah nampaknya masih banyak menimbulkan suatu sikap kontroversial yang seringkali menggiring para sejarawan terjebak dalam ruang – ruang berdebatan yang panjang, sehingga dari fakta tersebut dapat diambil suatu benang merah, bahwa selama ini konsepsi ataupun metodologi sejarah yang kita gunakan sebagai titik acuan proses berfikir sejarah (Historical Mindedness) cukup lemah, jika digunakan sebagai suatu acuan metodologi berfikir sejarah. Hal yang paling nampak dalam prosesi penulisan sejarah adalah cara penafsiran sejarah dan metode kritik yang berusaha dilakukan ataupun yang dikembangkan.
Parameter yang dibangun untuk mendefinisikan pengertian sejarah masih dinilai penuh dengan kesubyektifitasan yang mengarah pada suatu hal yang berhubungan dengan kepntingan – kepentingan ideologi ataupun konsep peradaban yang khusus mengarah pada titik tertentu. Definisi sejarah sebagai suatu masa dimana manusia telah mengenal tulisan ataupun definisi jaman pra sejarah sebagai suatu jaman dimana manusia belum mengenal tulisan baik sebagai bahasa maupun alat komunikasi, nampaknya belum dikatakan obyektif dalam tataran metodologi penulisan sejarah itu sendiri.